Istilah Jabon mulai familiar dikalangan masyarakat beberapa tahun terakhir.
Kepopuleran jabon seakan menenggelamkan pohon sengon yang sebelumnya sudah
banyak dikembangkan. Jabon sering diplesetkan dengan istilah 'jati bonsor' (jabon) yaitu jenis pohon
yang mirip jati dengan kemampuan tumbuh yang sangat cepat. Sehingga tak heran
jenis pohon ini cocok sebagai pohon yang kayunya bisa dimanfaatkan sebagai
bahan baku industri kayu seperti plywood maupun industri pulp maupun kertas. Kemasyuran pohon jabon sebagai salah satu pohon yang bernilai ekonomis tinggi, juga
telah diakui oleh Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan. Zulkifli menilai, harga
jual kayu jabon bernilai tinggi sehingga cocok untuk investasi masyarakat. "Satu kubik pohon jabon sekarang harganya Rp 1,6 juta, kalau harga
beberapa tahun lagi, pasti lebih mahal," kata Zulkifli akhir pekan lalu.
Zulkifli mengatakan panen jabon bisa dipetik dalam waktu hanya 6-7 tahun
paling lama. Selain buat investasi, menanam jabon juga bisa menjadi saran
mensukseskan program menanam 1 miliar pohon.
"Pohon jabon ini pionir, dimana-mana banyak terutama di Sulawesi, sebagai
tanaman endemik," kata Zulkifli.
Sementara itu Pemimpin Pelaksana Balai Pemeliharaan Tanaman Hutan Jawa Madura
Acad Sudrajat mengatakan gambaran kasar investasi pohon jabon sangat
menggiurkan.
Ia menuturkan modal bibit jabon siap tanam hanya Rp 2.000-2.500. Sementara
dengan perhitungan harga satu kubik pohon jabon Rp 1,6 juta dengan setiap pohon
jabon umur 6 tahun bisa diperoleh dua kubik, sudah terbayang berapa margin yang
diperoleh si investor.
"Bayangkan saja keuntunganya luar biasa dari modal Rp 2.500 per pohon
menjadi Rp 3 juta," kata Acad. Hal ini pun diakui oleh Direktur Pembibitan Kementerian Kehutanan Bejo Santoso,
menurutnya setiap kali panen dalam satu hektar bisa diperoleh perputaran uang
hingga Rp 500 juta. Tawaran investasi jabon, kini menurutnya sudah menjadi
primadona baru untuk investasi.
"Yang menarik, dari hasil tulisan yang ada hingga kini jabon belum ada
penyakitnya. Di Jawa sudah banyak penampungnya untuk industri plywood,"
kata Bejo.
Acad menjelaskan dengan perhitungan jarak penanaman 3x3 meter, maka setiap
hektarnya bisa ditanam 400 pohon. Ia menghitung, nilai ekonomis penanaman jabon
bisa diperoleh dari penanaman pohon sedikitnya setengah hektar.
"Lahan tergantung milik sendiri, setengah hektar lumayan 200 pohon pun
bisa," katanya.
Dikatakannya, pohon jabon memiliki karakteristik tumbuh baik di ketinggian
0-700 meter diatas permukaan laut. Bahkan kata dia lokasi yang baik jabon
sangat tumbuh baik di kawasan lembah.
Menurutnya jabon memiliki dua jenis yaitu jabon merah dan jabon putih,
dua-duanya memiliki keunggulan masing-masing. Misalnya jabon merah memiliki
karakter kayu yang keras sedangkan jabon putih sebaliknya.
Untuk urusan bibit, Acad menuturkan informasi soal bibit bisa diperoleh di
pusat-pusat persemaian yang dibangun kementerian kehutanan. Misalnya pusat
persemaian Cimanggis, Depok yang berlokasi di Jalan Raya Bogor. Acad menambahkan, harga bibit saat ini untuk yang sudah disertifikasi (teruji)
Rp 14 juta per Kg sementara untuk yang belum bersertifikat hanya Rp 3-4 juta
per Kg. Biasanya dari 1 kg bibit jabon bisa didapat 20 juta benih, namun jika
sudah disemai biasanya akan efektif tumbuh hanya kurang lebih 2 juta bibit siap
tanam.
Ia menghitung dari 1 Kg bibit yang mencapai 2 juta benih siap tanam, maka
setidaknya bisa ditampung untuk luasan lahan 5000 hektar. Dengan perhitungan
setiap satu hektar bisa ditanam 400 pohon jabon.
Soal pemasaran, menurut Acad penanaman jabon di wilayah Jawa masih menjanjikan
dengan wilayah lainnya. Hal ini karena di Jawa banyak bertebaran
industri-industri kayu maupun kertas.
"Sekarang di Jawa sudah banyak di Jawa Tengah, Jawa Timur. Bahkan pembeli
banyak yang langsung ke kebon dari pihak pabrik maupun bandar kayu. Jabon bisa
dipakai untuk bahan baku pabrik kertas, plywood, bahan pertukangan,"
katanya.